Hukum Bisnis-leasing

Bab I
Pendahuluan
I. Sejarah Perkembangan Leasing
Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah paling tidak sudah ada sejak lebih kurang 4500 tahun Sebelum Masehi. Yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeria.
Perkembangan leasing dalam sejarah Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase sebagai berikut:
1. Fase Pengenalan
Fase pertama merupakan fase pengenalan dari bisnis leasing di Indonesia terjadi antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1983. Fase pertama kali ini dimulai dengan keluarnya beberapa tahun 1974 yang khusus mengatur tentang pranata hukum leasing tersebut. Dalam fase ini, leasing belum dikenal masyarakat, dan perkembangannyapun tidak begitu pesat. Kosekuensinya jumlah perusahaan leasing waktu itu belum seberapa dan jumlah transaksinyapun masih relative kecil.
Sampai dengan tahun 1980, jumlah perusahaan leasing hanya berjumlah 5 buah dengan besarnya kontrak Rp 22,5 miliar. Dan sampai dengan tahun 1984, jumlah perusahaan leasing bertambah sehingga seluruhnya menjadi 48 buah dengan total kontrak Rp 436,1 miliar.

2. Fase Pengembangan
Fase kedua yang merupakan fase pengembangan ini terjadi kira-kira antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1950. Dalam fase kedua ini, bisnis leasing ini cukup pesat perkembangan berbarengan pesatnya pertumbuhan bisnis di Indonesia.
Ini terlihat misalnya pada indicator peran dan kontribusi leasing terhadap investasi nasional sacara keseluruhan. Dalam hal ini, dari 2,60% di tahun 1986 misalnya menjadi 6,32% di tahun 1989. Demikian juga perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya kontrak leasing, dimna jumlah perusahaan 89 buah di tahun 1986, dengan nilai kontrak Rp 645 miliar, bertambah menjadi seluruhnya 122 buah perusahaan di tahun 1990, dengan nilai kontraknya tidak kurang dari Rp 4,061 triliyun.
Pada fase kedua ini, beberapa segi operasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan penyusutan untuk kepentingan perpajakan. Hal ini akibat berlakunya UU pajak 1984. Sementara sistem pelaporan pajak dalm period eke dua ini masih memakai operating metode seperti pada fase sebelumnya,tetapi dengan beberapa distorsi.

3. Fase Konsolidasi
Fase ketiga, yang merupakan fase konsolidasi dari perkembangan leasing di Indonesia ini, terjadi sejak tahun 1991 sampai sekarang. Pada periode ini izin-izin pendirian perusahaan leasing yang sebelumnya diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan multi finance juga banyak didirikan pada periode ini. Dan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada fase konsolidasi ini adalah diubahnya sistem perpajakan, dari semula dengan operating metode berubah menjadi financial metode. Perubahan sistem perhitungan perpajakan ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam SK Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.













Bab II
Teori Leasing
A. Pengertian
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya memang sewa- menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Sungguhpun terdapat berbagai variasi dari pihak yang terlibat dalam system pembiayaan berpolakan leasing, pada prinsipnya para pihak tersebut adalah:
1.Lessor, yakni pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat “multi finance” tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing.
2.Lessee, adalah pihak yang memerlukan barang modal,barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada lessee.
3.Supplier, adalah pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lessee. Supplier, juga dapat disebut dengan penjual biasa. Tetapi ada juga leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak lessee. Misalnya dalam bentuk sale and lease back.
Sementara mengenai mekanisme sehingga terjadinya hubungan hukum antar para
Pihak , yaitu lessor, dan juga supplier,terdapat berbagai alternatif sebagai berikut:
1. Lessor membeli barang atas permintaan lessee, selanjutnya memberikan kepada lessee secara leasing.
2. Lessee membeli barang sebagai agentnya lessor dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.
3. Lessee membeli barang atas namanya sendiri, tetapi dalam kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.
4. Setelah lessee mengambil barang atas namanya sendiri, kemudiaan melakukan novasi, sehingga lessor kemudian menghendaki barang tersebut da membayarnya.
5. Setelah lesse membeli barang untuk dan atas namanya sendiri, kemudian menjualnya kepada lessor dan mengambil kembali barang tersebut secara leasing.ini adalah contoh sale and lease back.
6. Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan hak melakukan subleasing dan memberikan subleasing kepada lessee.

Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut :
a. Suatu pembiayaan perusahan
Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
b. Penyediaan barang modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti computer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan sebagainya.
c. Keterbatasan jangka waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah di katakana leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d. Pembayaran kembali secara berkala
Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai angunanya.
e. Hak opsi untuk membeli barang modal
Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing. Tetapi ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing tanpa perlu memberikan hak opsinya.
f. Nilai Sisa (Residu)
Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.

B. Landasan Hukum Leasing di Indonesia
a. Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d. Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang:
1. Tata cara perizinan
2. Pembatasan usaha.
3. Pembukuan.
4. Tingkat suku bunga.
5. Perpajakan.
6. Pengawasan dan pembinaan.
e. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.

C. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam leasing:
a. Siapakah yang dapat menjadi subyek leasing.
Subyek leasing yaitu lembaga-lembaga keuangan seperti bank yang memperoleh izin dari menteri keuangan, dan lembaga-lembaga yang bukan lembaga keuangan seperti perseroan terbatas.
b. Obyek dari pada leasing tersebut.
Obyek leasing, harus ada peincian diterangkan secara detail misalnya: jenisnya apa, jumlahnya berapa, lokasinya di mana dan sebagainya.
c. Jangka waktu dari pada leasing tersebut.
Jangka waktu leasing: masa berlakunya dari barang tadi harus ditanyakan kepada perusahaan appraisal, jadi harus sama dengan masa guna barang tadi.
d. Cara pembayaran, yaitu dengan melihat nilai ekonomi benda yang di leasing tersebut, biasanya yang dinilai oleh appraisal.
e. Pemeliharaannya.
f. Kewajiban untuk mengasuransikannya.
g. Hak opsi, yaitu kapan dan berapa harus di bayar.

D. Macam-Macam Leasing
Pada prinsip ada 2 macam prototype leasing, yaitu leasing yang berbentuk operating dan leasing yang berbentuk financial. Namun demikian terdapat juga berbagai bentuk lainnya yang merupak derivative dari kedua bentuk pokok tersebut. Untuk itu akan ditinjau satu persatu.
a. Operatiang Lease
Disebut juga service lease. Leasing seperti ini tidak dibenarkan dilakukan oleh perusahaan financial, sebab menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, yang dibenarkan hanya leasing yang mempunyai hak opsi. Operating Lease ini biasanya merupakan suatu corak leasing dengan karakteristik sebagai berikut:
1.) Jangka waktu berlakunya leasing relative singkat, dan lebih singkat dari usia ekonomis dari barang tersebut.
2.) Besarnya harga sewa lebih kecil ketimbang harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan lessor.
3.) Tidak diberikan “hak opsi” bagi lessee untuk membeli barang di akhir masa leasing.
4.) Bisanya operating lease di khususkan untuk barang-barang yang mudah terjual setelah pemakaian (yang berlaku di pasar barang bekas).
5.) Operating lease biasanya diberikan oleh pabrik atau leveransir karena umumnya mereka mempunyai keahlian dalam seluk beluk tentang barang tersebut. Sebab dalam operating lease, dasar pemeliharaan merupakan tanggung jawab lessor.
6.) Bisanya harga sewa setiap bulannya ditambah dengan jumlah yang tetap.
7.) Biasanya lessor lah yang menanggung biaya pemliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi.
8.) Biasanya kontrak leasing dapat dibatalkan sepihak oleh lessee dengan mengmbalikan yang bersangkutan kepada lessor.

b. Financial Lease
Sering disebut juga dengan capital lease atau full-payout lease. Financial lease merupak suatu corak leasing yang lebih sering diterapkan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.) Jangka waktu berlakunya leasing relative panjang.
2.) Besarnya harga sewa plus hak opsi harus menutupi harga barang plus keuntungan harga barang yang diharapkan oleh lessor.
3.) Diberikan hak opsi untuk lease untuk membeli barang diakhir masa lease.
4.) Financial lease dapat diberikan oleh perusahaan pembiayaan.
5.) Harga sewa yang dibayar per bulan oleh lease dapat dengan jumlahnya yang tetap, maupun dengan harga berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman.
6.) Biasanya lessee yang menanggung biaya pemeliharaan kerusakan, pajak dan asuransi.
7.) Kontrak leasing tidak dapat dibatalkan sepihak.




E. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian lain-Lain
a. Perbedaan Leasing dengan Kredit
Leasing Kredit
1.Menyewakan barang modal.
2.Pemilik barang: lessor.
3.Resiko pada financial dan barang.
4.Jaminannya barang modal.

5.Wanprestasi tidak ada pengmbalian kelebihan harga barang. 1.Menyediakan dana.
2.Kreditur bukan pemilik barang.
3.Resikonya financial saja.
4.Jaminanya benda tetap maupun benda bergerak.
5.Wanprestasi: ada pengembalian kelebihan harga.

b. Perbedaan Leasing dengan Sewa Menyewa
Leasing Sewa Menyewa
1.Jangka waktu dan umur pemakaian barang menjadi fokus utama.
2.Merupakan pembiayaan bisnis.
3.Objeknya barang modal.
4.Merupakan pembiayaan bisnis.

5.Lessor sebagai penyandang dana, barang berasal dari lessee atau pihak ketiga.
6.Jangka waktunya terbatas.

7.Dokumennya lebih komplit.

8.Jaminan tertentu. 1.Jangka waktu dan umur pemakaian barang tidak menjadi fokus utama.
2.Tidak merupakan pembiayaan bisnis.
3.Objeknya barang apa saja.
4.Dapat tidak merupakan pembiayaan bisnis.
5.Lessor sebagai pemilik barang.

6.Jangka waktu bisa terbatas dan tidak terbatas.
7.Dokumen-dokumen tidak begitu komplit.

8.Tidak ada jaminan.




c. Perbedaan Leasing dengan Jual Beli
Leasing Jual Beli
1.Objek barang modal.
2.Lessor sebagai penyandang dana (Penengah Keuangan).
3.Harga barang relative tinggi.
4.Hak milik akan beralih jika hak opsi digunakan. 1.Objek bendanya apa saja.
2.Lessor bukan penyandan dana.

3.Harganya lebih murah.
4.Hak milik akan beralih jika ada levering

F. Untung Ruginya Menggunakan Leasing
Ada pun yang menggunakan kelebihan-kelebihan leasing bila dibandingkan dengan metode-metode pembayaran lainnya, terutama dengan kredit bank dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Unsur Fleksibilitas.
2. Ongkos yang relative murah.
3. Penghematan pajak.
4. Pengaturannya tidak terlalu complicated.
5. Kriteria bagi lessee yang longgar.
6. Pemutusan kontrak lessee oleh lease.
7. Pembukaan yang lebih murah.
Diantara kelemahan-kelemahan leasing tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Biaya bunga yang tinggi.
b. Biaya marginal yang tinggi.
c. Kurangnya perlindungan hukum.
d. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.
G. Jaminan Hutang dalam Leasing
Seperti juga pada metode pembiayaan lainnya, leasing juga memerlukan jaminan-jaminan tertentu agar dana yang telah dikeluarkan oleh lessor ditambah dengan keuntungan-keuntungan tertentu dapat dterima kembali oleh lessor.

Jaminan-jaminan hutang untuk leasing yang sering kali dipraktekkan dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Jaminan Utama
Jaminan utama pada transaksi leasing adalah keyakinan dari lessor bahwa lessee akan dan sanggup membayar kembali cicilan sebagai mana mestinya. Jika terhadap perjajian kredit bank, jaminan utama keyakinan ini ditentukan dengan tegas dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1922.
b. Jaminan Pokok
Jaminan pokok ini berupa barang, modal hasil pembelian dari transaksi leasing itu sendiri.
c. Jaminan Tambahan
Jaminan tambahan dalam leasing tidak begitu krusial dibandingkan dengan jaminan pada kredit bank. Hal ini dikarenakan memang hakikat dari leasing yang berbeda dengan suatu jaminan bank. Sering dikatakan bahwa kredit bank sangat collateral minded, semntara leasing bussines minded.

H. Dokumentasi yang Diperlukan Dalam Leasing
Tidak ada keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebelumnya kontrak bawah tangan diantara leasing dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup dan mempunyai kekuatan hokum. Namun demikian, kadang-kadang dalm praktek sering juga dibuat leasing dalam bentuk akta notaries, terutama jika menyangkut dengan leasing dan dengan jumlah uang yang besar-besar.
Pembuatan leasing dapat dibedakan ke dalam cara pembuatannya yaitu sebagai berikut:
1. Model Kontrak yang Menyatu
Pada prinsipnya sistem menyatu ini dari 3 set dokumen sebagai berikut:
a. Dokumen permintaan dan penawaran, ini merupakan dokumen pendahuluan dalam transaksi leasing, biasanya lessee tinggal mengisi formulir khusus yang sudah tersedia pada lessor berupa aplikasi untuk mendapatkan leasing. Dalam kontrak pokok leasing biasanya disebut bahwa terms condition ns dalam dokumen pendahuluan ini tidak berlaku lagi dan diganti dengan terms dan condition yang ada dalam kontrak pokok tersebut. Tetapi tidak semua leasing didahului oleh dokumen permintaan dan penawaran ini.
b. Dokumen pokok, di sini adalah kontrak leasing itu sendiri. Hanya dalam sistem kondisinya yang menyatu ini, disamping mengatur tentang leasing itu sendiri, kontrak leasing ini mengatur juga tentang jaminan utamnya, misalnya berupa fidusia, kuasa jual, pengalihan insurance proceeds, pletge deposito, garansi dan sebaginya.
c. Dokumen tambahan, biasanya dalam perjajnian pokok disebutkan bahwa seluruh dokumen tambahan ini merupakan suatu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian pokoknya. Dokumen-dokumen tambahan tersebut antara lain berupa:
a. Jadwal pembayaran.
b. Tanda bukti penerimaan barang.
c. Perjajian jual beli.
d. Pegaliahan order pembelian.
e. Sertifikat penyerahan dan penerimaan.
f. Surat konfirmasi.
g. Invoice.
h. Sertifikat of title.
2. Model Kontrak Mandiri
Bedanya hanyalah bahwa dalam kontrak model mandiri, maka seluruh atau sebagian besar dari detail dokumen jaminan utang dibuat secara terpisah dengan akta sendiri. Dalam kontrak leasing paling-paling tentang jaminan hutang secara mandiri lebih baik mengingat isinya yang lebih detail sehingga bisa dihindari dispute di kemudian hari.







Penutup
A. Kesimpulan
1. Leasing adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee pemakaian aset selama periode waktu yang ditentukan.
2. Landasan Hukum Leasing di Indonesia
a. Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d. Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang a. Tata cara perizinan.
1. Pembatasan usaha.
2. Pembukuan.
3. Tingkat suku bunga.
4. Perpajakan.
5. Pengawasan dan pembinaan.
e. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
3. Macam-macam leasing :
1. Operating lease
2. Financial lease
4. Untung Ruginya Menggunakan Leasing
kelebihan-kelebihan leasing bila dibandingkan dengan metode-metode pembayaran lainnya, terutama dengan kredit bank dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Unsur Fleksibilitas.
2. Ongkos yang relative murah.
3. Penghematan pajak.
4. Pengaturannya tidak terlalu complicated.
5. Kriteria bagi lessee yang longgar.
6. Pemutusan kontrak lessee oleh lease.
7. Pembukaan yang lebih murah.
Diantara kelemahan-kelemahan leasing tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Biaya bunga yang tinggi.
b. Biaya marginal yang tinggi.
c. Kurangnya perlindungan hukum.
d. Proses eksekusi leasing macet yang sulit.

B. Saran
1. Agar makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin.
2. Agar makalah ini digunakan sebagai referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.
3. Agar penulis selanjutnya mengarah juga pada buku rujukan lainnya.
4. Perlunya pengembangan lebih lanjut mengenai isi dari makalah ini, karena penulis kekurangan referensi saat pembuatan makalah ini.