Perekonomian Indonesia

BAB I
PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pengertian
Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).
Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan gambling tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian. Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi bagi petani, dan
(5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian. Beberapa Negara berkembang, termasuk Indonesia, mengikuti saran dan langkah kebijakan yang disarankan oleh Mosher.
Pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan secara terencana dimulai sejak Repelita I (1 April 1969), yaitu pada masa pemerintahan Orde Baru, yang tertuang dalam strategi besar pembangunan nasional berupa Pola Umum 19 Pembangunan Jangka Panjang (PU-PJP) yaitu PU-PJP I (1969-1994) dan PU-PJP II (1994-2019). Dalam PU-PJP I, pembangunan dilaksanakan melalui lima serangkaian Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang semuanya dititik
beratkan pada sektor pertanian sebagai berikut:
1. Repelita I: titik berat pada sektor pertanian dan industri pendukung sektor
pertanian.
2. Repelita II: titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri
pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
3. Repelita III: titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
4. Repelita IV: titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
5. Repelita V: melanjutkan Repelita IV.
Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sector pertanian dan industri penghasil sarana produksi peratnian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan eksternal.
Pada saat Indonesia memulai proses pembangunan secara terencana pada tahun 1969, pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 40 persen, sementara itu serapan tenaga kerja pada sector pertanian mencapai lebih dari 60 persen. Fakta inilah yang kemudian mengilhami penyusunan rencana, strategi dan kebijakan yang mengedepankan pembangunan pertanian sebagai langkah awal proses pembangunan.
Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan upaya menciptakan prakondisi tinggal landas.
Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara juga dikemukakan oleh Meier (1995) sebagai berikut: (1) dengan mensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain dalam ekonomi yang berkembang, (2) dengan menyediakan surplus yang dapat diinvestasikan dari tabungan dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yang berkembang, (3) dengan membeli barang konsumsi dari sektor lain, sehingga akan meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari sektor yang berkembang, dan (4) dengan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa dengan ekspor atau dengan menabung devisa melalui substitusi impor.
Pembangunan pertanian di masa pemerintahan Orde Baru telah membawa beberapa hasil. Pertama, peningkatan produksi, khususnya di sektor pangan yang berpuncak pada pencapaian swasembada pangan, khususnya beras, pada tahun 1984. Ketersediaan bahan pangan, khususnya beras, dengan harga yang relatif 21 murah, memberikan kontribusi terhadap proses industrialisasi dan urbanisasi yang membutuhkan pangan murah. Kedua, sektor pertanian telah meningkatkan penerimaan devisa di satu pihak dan penghematan devisa di lain pihak, sehingga memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia. Ketiga, pada tingkat tertentu sector pertanian telah mampu menyediakan bahan-bahan baku industri sehingga melahirkan agroindustri.
Sungguhpun demikian, pembangunan pertanian di masa pemerintahan Orde Baru tersebut mengandung sejumlah paradoks. Pertama, peningkatan produksi pertanian telah menimbulkan kecenderungan menurunnya harga produkproduk pertanian yang berakibat negatif pada pendapatan petani, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Ratnawati et al. (2004) bahwa peningkatan produktivitas pertanian menurunkan harga output di tingkat petani berkisar antara 0.28-10.08 persen dan akan menurunkan pendapatan rumah tangga perdesaan berkisar antara 2.10-3.10 persen. Kedua, peningkatan produktivitas dan produksi tidak selalu dibarengi atau diikuti dengan meningkatnya pendapatan petani, bahkan pendapatan petani cenderung menurun, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Siregar (2003) bahwa secara riil tingkat kesejahteraan petani dari tahun ke tahun justru mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh nilai tukar petani (NTP) yang mempunyai tendensi (trend) yang menurun (negatif) sebesar –0.68 persen per tahun. Di masa pemerintahan Orde Baru, ternyata sektor pertanian hanya bisa berkembang dalam kebijaksanaan yang protektif, memerlukan subsidi dan mendapat intervensi yang sangat mendalam, sehingga sektor pertanian dianggap sebagai most-heavily regulated.
Menurut Arifin (2004) tidak berkembangnya sektor pertanian berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah pada sektor industri sejak pertengahan tahun 1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sektor pertanian satu dekade sebelumnya, pemerintah seolah menganggap pembangunan pertanian dapat bergulir dengan sendirinya. Asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh paradigma pembangunan saat itu yang menekankan industrialisasi. Pemerintah mencurahkan perhatiannya pada sektor industri, yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis. Akibatnya, proteksi besar-besaran ini telah merapuhkan basis pertanian pada tingkat petani.
Menurut Sudaryanto et al. (2005), pendekatan pembangunan pertanian selama pemerintahan Orde Baru dilaksanakan dengan pendekatan komoditas. Pendekatan ini dicirikan oleh pelaksanaan pembangunan pertanian berdasarkan pengembangan komoditas secara parsial (sendiri-sendiri) dan lebih berorientasi pada peningkatan produksi dibanding peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun pendekatan komoditas ini mempunyai beberapa kelemahan mendasar, yaitu: (1) tidak memperhatikan keunggulan komparatif tiap komoditas, (2) tidak memperhatikan panduan horizontal, vertikal dan spatial berbagai kegiatan ekonomi, dan (3) kurang memperhatikan aspirasi dan pendapatan petani. Oleh karena itu, pengembangan komoditas seringkali sangat tidak efisien dan keberhasilannya sangat tergantung pada besarnya subsidi dan proteksi pemerintah, serta kurang mampu mendorong peningkatan pendapatan petani.
Menyadari akan hal tersebut di atas, maka pendekatan pembangunan pertanian harus diubah dari pendekatan komoditas menjadi pendekatan system agribisnis. Seiring dangan hal ini, maka orientasi pembangunan pertanian juga akan mengalami perubahan dari orientasi peningkatan produksi menjadi orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas, pembangunan pertanian semakin dideregulasi melalui pengurangan subsidi, dukungan harga dan berbagai proteksi lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usahatani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan wirausaha petani merupakan factor kunci keberhasilan pembangunan pertanian.
Suryana (2006) menyatakan bahwa perubahan lingkungan strategis yang sangat cepat, baik domestik maupun internasional, akan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap dinamika pembangunan pertanian. Kondisi tersebut memerlukan penyesuaian terhadap arah dan kebijakan serta pelaksanaan program pembangunan pertanian. Dengan demikian, strategi pembangunan pertanian harus lebih memfokuskan pada peningkatan daya saing, mengandalkan modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal.
Sejak awal 1990-an, seiring dengan menurunnya pangsa pertanian dalam struktur perekonomian (PDB), pembangunan ekonomi dan kebijakan politik mulai meminggirkan sektor pertanian. Fokus pembangunan ekonomi lebih banyak diarahkan pada sektor industri dan jasa, bahkan yang berbasis teknologi tinggi dan intensif kapital. Namun demikian, ketika krisis ekonomi terjadi, agenda reformasi yang bergulir tanpa arah, proses desentralisasi ekonomi yang menghasilkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat, maka Indonesia kembali menjadikan sector pertanian sebagai landasan utama pembangunan ekonomi (Arifin, 2005).
Peran penting sektor pertanian telah terbukti dari keberhasilan sector pertanian pada saat krisis ekonomi dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok dalam jumlah yang memadai dan tingkat pertumbuhannya yang positif dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Keadaan ini menjadi pertimbangan utama dirumuskannya kebijakan yang memiliki keberpihakan terhadap sector pertanian dalam memperluas lapangan kerja, menghapus kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih luas (Sudaryanto dan Munif, 2005).
Secara lebih rinci, beberapa pertimbangan tentang pentingnya mengakselerasi sektor pertanian di Indonesia dikemukakan oleh Simatupang (1997) sebagai berikut:
1. Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga akselerasi pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran.
2. Sektor pertanian merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengentasan kemiskinan.
3. Sektor pertanian sebagai penghasil makanan pokok penduduk, sehingga dengan akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan dapat terjamin. Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan pangan pada pasar dunia.
4. Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian akan membantu menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
5. Akselerasi pembangunan pertanian sangatlah penting dalam rangka mendorong ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sehingga dalam hal ini dapat membantu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.
6. Akselerasi pembangunan pertanian mampu meningkatkan kinerja sector industri. Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dengan sektor industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi dan investasi.
Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) sebagai manifestasi dari strategi pembangunan yang lebih pro-growth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor.
2. Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru.
3. Revitalisasi pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Revitalisasi pertanian diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, melalui peningkatan kinerja sektor pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Sejalan dengan hal ini, Sudaryanto dan Munif (2005) menyatakan bahwa revitalisasi pertanian dimaksudkan untuk menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola piker masyarakat dalam melihat pertanian tidak hanya sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai sektor yang multi-fungsi dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kegiatan pembangunan pertanian tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu: (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan kesejahteraan petani. Operasionalisasi program peningkatan ketahanan pangan dilakukan melalui peningkatan produksi pangan, menjaga ketersediaan pangan yang cukup aman dan
halal di setiap daerah setiap saat, dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan. Operasionalisasi program pengembangan agribisnis dilakukan melalui pengembangan sentra/kawasan agribisnis komoditas unggulan. Operasionalisasi program peningkatan kesejahteraan petani dilakukan melalui pemberdayaan penyuluhan, pendampingan, penjaminan usaha, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi dan promosi lainnya (Departemen Pertanian, 2005c)





















BAB II
INDUSTRIALISASI

A. Konsep dan Tujuan industrialisasi
Industrialsasi merupakan suatu proses interaksi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, produksi, dan perdagangan antar negara, yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatanya pendapatan masyarakat mendorong perubahan struktur ekonomi di banyak negara, dari tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Dapat dikatakan bahwa terutama kombinasi antara dua pendorong dari sisi penawaran agregat (produksi) yakni progers teknologi dan inovasi produk serta proses produksi, dan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi sisi permintaan agregat, merupakan kekuatan utama di balik akumulasi proses industrialisasi di dunia
Konsep industrialisasi berawal dari revolusi industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di Inggris yang ditandai denagan penemuan metode baru untuk pemintalan, dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisai dalam produksi, serta peningkatan produktivitas dari faktor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap, yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api, dan kapal tenaga uap. Setelah itu kemudian menyusul revolusi industri kedua pada akhir abad ke-18, dan awal abad ke-19 dengan berabagai perkembangan teknologi dan inovasi. Setelah perang dunia II, mulai muncul berbagai teknologi baru seperti sistem produksi masal dengan menggunakan jalur assembling, tenaga listrik, I kendaraan bermotor, penemuan berbagai barang sintesis, dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer, dan penggunaan robot. Semua perkembangan ini mengubah pola produksi industri, meningkatkan volume perdagangan dunia, dan memacu proses industrialisasi di dunia..
Pengalaman di hampir semua negara menunjukkan bahwa industrialisasi sangat perlu karena menjamin pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hanya sebagian kecil negara dengan jumlah penduduknya yang sedikit dan kekayaan munyak dan SDA yang melimpah, seperti Kuwait, Arab Saudi, Emirat Arab, Qatar, Libya, dan Brunei Darussalam dapat berharap mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi tanpa melewati proses industrialisasi atau pembangunan sektor industri yang kuat, tetapi hanya mengandalkan minyak.
Walaupun demikian, industrilisasi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanyalah salah satu startegi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan. Meskipun pelaksanaan sangat bervariasi antarnegara, periode industri merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam pembentukan PDB.

B. Peranan Sektor Industrialisasi
Industri mempunyai peranan sebagi Sektor Pemimpin (leading sector). Leading Sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri.
Tolak ukur peranan industri dalam perkembangan struktural pada suatu perekonomian antara lain : sumbangan sektor industri (manufacturing) terhadp PDB, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, dan sumbangan komoditi industri terhadap ekspor barang dan jasa.

C. Pengelompokan industri yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian (DP)
Menurut DP, industri nasional Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1. Industri Dasar, yang meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar (IMLD) dan kelompok Industri Kimia Dasar (IKD).
 Misi Industri Dasar : untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,membantu penjualan struktur industri, dan bersifat padat modal.
 Teknologi yang digunakan : teknologi maju, teruji, dan tidak padat karya.
2. Industri Kecil, yang meliputi antara lain industri pangan, industri sandang dan kulit, industri kimia dan bahan bangunan, industri galian bukan logam, dan industri logam.
 Misi Industri Kecil : melaksanakan pemerataan.
 Teknologi yang digunakan : teknologi menengah atau sederhana, dan padat karya.
3. Industri Hilir, yaitu kelompok Aneka Industri (AI) yang meliputi antara lain : industri yang mengolah sumberdaya hutan, industri yang mengolah hasil pertambangan, industri yang mengolah sumberdaya pertanian secara luas, dll.
 Misi Aneka Industri : meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja, dan tidak padat modal.
 Teknologi yang digunakan : teknologi menengah dan atau teknologi maju.

Pengelompokan industri menurut jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pengelompokan industri dengan cara ini dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Perusahaan / Industri Besar, jika memperkerjakan 100 orang atau lebih.
2. Perusahaan / Industri Sedang, jika memperkerjakan 20 sampai 99 orang.
3. Perusahaan / Industri Kecil, jika memperkerjakan 5 sampai 19 orang.
4. Industri Kerajinan Rumah Tangga, jika memperkerjakan kurang dari 3 orang.

D. Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
Selain perbedaan kemanpuan dalam pengemabangan teknologi dan inovasi, serta laju pertumbuhan per kapita, ada sejumlah faktor lain yang membuat intensitas dari proses industrialisasi berbeda antarnegara. Faktor-faktor lain tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar atau disebut juga industri primer atau hulu seperti besi dan baja, semen, petrokimia, dan industri-industri tengah (antar hulu dan hilir), seperti industri barang modal (mesin), dan alat-alat produksi yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara yang hanya memiliki industri-industi hilir atau ringan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman. Alasannya, kalau sudah ada industri-industri hulu atau tengah yang kuat, jauh lebuh mudah bagi negara bersangkutan untuk membangun indutri hilir dengan tingkat diverifiakasi produksi yang tinggi dibandingkan negara-negara yang belum mempunyai industri hulu atau tengag
2. Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil per kapita. Pasar dalam negeri yang besar seperti inonesia dalam jumlah penduduk yang lebih hdari 200 juta orang ( walaupun tingkat pendapatan per kapita relatif rendah di bandingkan negara-negara lain), merupakan salah satu faktor perangsang bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang besar menajmin adanya skala ekonomis dan efesiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktor-faktor ekonomi lainya mendukung). Jika pasar domestik kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal. Namun, tidak mudah melakukan ekspor terutama pada awal industrialisasi.
3. Ciri indutrialisasi. Yang dimaksud di sini adalah antara lain adalah cara pelaksanaan industrialisasi, seperti misalnya tahapan dari implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembanguna sektor industri, dan insentif yang diberiakan, termasuk insntif yang diberikan kepada investor.
4. Keberadaan SDA. Ada kecenderungan bahwa negara-negara yang kaya SDA tingkat diverifikasi dari laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah dan negara tersebut cenderung tidak atau terlambat melakukan industrialisasi atau proses berjalan relatiflebih lambat dibandingkan negara-negara yang miskin SDA.
5. Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan, termasuk oinstrumen-instrumen dari kebijakan (seperti tax holiday, bebas bea masuk terhadap impor bahan baku dan komponen-komponen tertentu, pinjaman dengan suku bunga murah, dan export processing zone atau daerah bebas perdagangan) yang digunakan dan cara implementasinya. Pola industrialisasi di negara yang menerapkan kebijakan subsitusi impor dan kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif (seperti Indonesia terutama selama pemerintah orde baru hingga krisis terjadi) berbeda di negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam mendukung perkembangan industrinya (misalnya Singapura, Taiwan, dan Korea selatan)

E. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Sesuai sifat alamiah dari prosesnya, industri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu industri primer atau hulu yang mengelolah output dari sektor pertambangan (bahana mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap-tahap selanjunya, dan industri sekunder atau industri manufaktur yang terdiri dari industri tengah yang membuat barang-barang modal (mesin, traktor, dan sebagainya), barang setengah jadi, dan alat-alat produksi, serta industri hilir yang membuat barang-barang jadi yang kebanyakan adalah barang-barang konsumen rumah tangga. Derajat dari industrialisasi dari suatu negara dicerminkan oleh tingkat pembangunan, tidak hanya dari industri primer, tetapi juga industri sekunder di negara tersebut. Tingkat pembangunan sektor industri tidak hanya diukur dari persentase pertumbuhan output-nya atau pangsa output-nya dalam pembentukan PDB dan kontribusinya terhadap nilai ekspor total, tetapi juga tingkat diverifikasi produksinya atau variasi dari barang-barang yang dibuat, baik menurut jenis pemakaian (barang konsumsi, modal, sentengah jadi, alat-alat produksi atau bahan baku yang diolah) atau menurut kandunagan teknologinya (rendah, menengah, atau tinggi). Namun, demikian walaupun suatu negara memiliki industri primer yang besar (variasi produksinya banyak), tetapi lemah dalam industri sekunder, maka belum dapat dikatakan bahwa tingkat industrialisasi industrilisasi di negara tersebut sudah tinggi. Bahkan, di banyak literature mengenai industrialisasi, perhatian lebih banyak diberikan kepada industri manufaktur.


1. Pertumbuhan Output
Di dalam kelompok ASEAN, proses industrialisasi juga berlangsung pesat sejak 1970-an, khususnya di empat negara, yakni Singapura, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Di antara empat negara tersebut, Indonesia paling terlambat memulai industrialisasinya, yakni awal 1970-an, sejak dimulainya Pelita I. terkecuali di Singapura pada awalnya, kegiatan industri manufaktur di negara-negara tersebut masih terbatas terutama pada industri pengolahan SDA secara sederhana, serta produksi sejumlah barang konsumsi sederhana yang ditunjukkan bagi pemenuhan kebutuhann pasar domestik. Ini tidak berarti pada waktu itu tidak ada industri di negara-negara tersebut yang membuat produk-produk untuk X. Ada X namun masih kecil, seperti misalnya Indonesia X tekstil dan produk-produknya, serta produk-produk dari kulit. Pada waktu itu, kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional masih sangat terbatas pada industri-industri yang sudah ada sejak zaman penjajahan.

2. Pendalaman Struktur Industri
Dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang, transformasi struktural yang terjadi dalam ekonomi dan dimotori oleh proses industrialisasi bukan hanya dalam bentuk pergeseran pusat kekuatan ekonomi dari pertanian ke industri; tetapi juga mencakup pergeseran struktur industri, sehubungan dengan faktor-faktor keunggulan komparatif dan keunggulan kompotitif yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan .
Pengertian dari struktur industri bisa dalam berbagai arti: beragam jenis atau kelompok barang menurut sifat atau penggunaannya, misalnya barang modal atau mesin vesrsus barang konsumsi, atau barang-barang konsumsi yang sederhana atau berteknologi rendah seperti makanan dan minuman, versus barang-barang konsumsi yang lebih kompleks atau berteknologi tinggi dan bersifat tahan lama seperti kendaraan bermotor; jenis kandungan inputnya, misalnya produk-produk dari kategori proses produksi yang padat modal dan teknologi versus produk-produk yang padat Labour dan lemah teknologi. Jadi, struktur industri manufaktur erat kaitannya dengan tiga hal, yakni tingkat diverifikasi produk intensitas pemakain faktor-faktor produksi, dan orientasi pasar.

3. Tingkat Teknologi dari Produk-Produk Manufaktur
Untuk mengkaji dan membandingkan kemanpuan T dari produksi di negara-negara yang berbeda, industri-industri manufaktur dapat diklsifikasikan ke dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah industri-industri berteknologi tinggi, seperti alat-alat, perkantoran, termasuk computer, obat-obatan, barang elektronikauntuk konsumen. Kategori kedua terdiri dari industri-industri dengan T menengah, seperti produk-produknya, dan produk-produk mineral bukan logam. Kategori ketiga adalah industri-industri dengan T rendah seperti kertas dan percetakan.



4. Ekspor
Kinerja ekspor (X) dari produk-produk manufaktur juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator alternatif untuk mengukur derajat pembangunan dari industri manufaktur. Kinerja X bisa dalam 3 arti, yaitu laju pertumbuhan volume atau nilai X dan diverifikasi, baik dalam produk maupun pasar/negara tujuan. Idealnya, industri manufaktur di suatu negara dikataka sudah sangat maju jika laju pertumbuhan X manufakturnya rata-rata per tahun tinggi dan tingkat diverikasi produk serta pasar/negara tujuan juga tinggi. Karena ini menandakan bahwa tingkat daya saing dari produk-produk manufakturnya tinggi bisa masuk ke pasar di banyak negara lain. Berarti semakin maju industri manufaktur di suatu negara, semakin dominan X dari sektor tersebut di dalam X total dari negara tersebut.

5. Ketergantungan pada Impor
Impor barang-barang manufaktur juga dapat juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari keberhasilan pemabanguna di sektor industri. Semakin maju industri di suatu negara semakin rendah tingkat ketergantungan negara terhadap M barang manufaktur. Walaupun harus di akui bahwa tidak ada satupun negara yang manpu memenuhi kebutuhan sendiri tanpa barang barang impor.

F. Permasalahan
1. Keterbatasan teknologi dan SDM
Salah satu penyebab terhambatanya pembanguna di bidang industri karena keterbatsan teknolgi dan tingkat kualitas SDM yang secara garis besar dapat dilihat dari tingkat pendidikannya.
2. Masalah-masalah struktural dan organisasi
Kelemahan tersebut dapat berupa
- Basis ekspor dan pasar yang sempit
- Ketergantungan pad M yang sangat tinggi
- Tidak adanya industri yang berteknologi menengah
- Konsentarsi regional
- Industri kecil dan menengah masih terbelakang
- Konsentrasi pasar
- Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan T
- Lemahnya SDM
G. Strategi Industrialisasi
1. Industri Substitusi Impor (ISI)
Salah satu strategi industrialisasi yang dilaksanakan di Indonesia adalah industri substitusi impor (ISI). ISI diharapkan bisa menghasilkan barang-barang baru di dalam negeri yang semula di impor. Jadi substitusi impor ini memegang peranan penting dalam mengenalkan barang-barang baru yang dulunya diimpor dan kemudian dihasilkan sendiri.
Alasan untuk mengadakan ISI, antara lain :
1. ISI dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa.
2. Dengan adanya ISI, pemerintah akan melakukan proteksi terhadapnya dengan cara pembatasan barang-barang impor.
3. ISI bisa merangsang kegiatan ekonomi para pengusaha di dalam negeri.
4. ISI dimaksudkan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri akan berbagai barang industri.
5. Untuk mengembangkan kegiatan ekonom di dalam negeri.
2. Industri Promosi Ekspor (IPE)
Strategi industrialisasi yang kedua adalah Industri Promosi Ekspor (IPE) . strategi ini diberlakukan di Indonesia karena pengalaman pada industri subsitusi impor kurang merangsang pertumbuhan pembanguna industrialisasi. Menurut Anne Krueger (1976) ada 4 sektor yang dapat menerapkan mengapa startegi industrilalisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat ketimbang strategi subsitusi impor. Keempat faktor tersebut adalah (1) kaitan sektor pertanian dengan sektor industri. (2) skala ekonomis, (3) dampak persaingan atas prestasi perusahaan, dan (4) fampak kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi.
H. Pola Pengembanagan Industri
Pola Pengembangan Industri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen Perindustrian berintikan
6 butir kebijaksanaan, antara lain :
1. Pengembangan industri yang diarahkan untuk pendalaman dan pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sektor ekonomi lainnya.
2. Pengembangan industri permesinan dan elektronika penghasil barang modal.
3. Pengembangan industri kecil
4. Pembangunan ekspor komoditi industri.
5. Pembangunan kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun khususnya perangkat lunak dan perekayasaan.
6. Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industrial berupa manajemen, keahlian, kejujuran serta ketrampilan.
I. Kebijakasanaan Industrialisasi
Pengembangan kemampuan merupakan keterpaduan berbagi kebijaksanaan industrialisasi. Langkah-langkah pokok tersebut adalah :
1. Pengembangan industri yang berorientasi ekspor.
2. Pendalaman dan penguatan sektor industri.
3. Pengembangan industri kecil.
4. Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian.
5. Peningkatan penguasaan dan penyebaran teknologi.
6. Pengembangan Langkah Penujang.
J. Industri dan Tujuan Pembangunan
Industri mempunyai 2 pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama, produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua, industri pengolahan (manufacturing) memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi ISI yang efisien dan meningkatkan ekspor daripada kemungkinan dari industri primer saja.














BAB III
UMKM

PENDAHULUAN
Upaya pengembangan sektor riil dan UMKM secara berkesinambungan dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui Kantor BI di daerah di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat tergambar dari organisasi yang ada di KBI setiap daerah yaitu adanya “Kelompok Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM” disingkat KPRSU Kantor Bank Indonesia. Penulis yang selama ini berkecimpung sebagai konsultan di Kantor Bank Indonesia Medan dan Bandar Lampung, memiliki pemikiran untuk meningkatkan upaya memberdayakan sektor riil dan UMKM. Pemikiran ini sebagai sumbangan penulis untuk memajukan UMKM di Indonesia melalui kiprah Bank Indonesia. UMKM hingga saat ini masih membutuhkan upaya dari berbagai pihak untuk membantu perkembangannya.

STAKEHOLDER UMKM
Stakeholder UMKM terdiri dari berbagai lembaga terkait yang selama ini secara langsung maupun tidak langsung memiliki program . Stakeholder UMKM sangat dibutuhkan untuk membantu, stakeholder atau pihak-pihak yang berkepeintingan dengan UMKM adalah sebagai berikut :
1. Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral selama ini mempunyai program untuk pengembangan sektor riil dan UMKM melalui bidang ekonomi dan moneter dengan membentuk seksi ‘Kelompok Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM’ disingkat KPRSU. Secara rutin Bank Indonesia menjalankan program Bantuan Teknis, melalui pelatihan kepada bank umum, BDSP (lembaga penyedia jasa) dan KKMB, melakukan survei dan penelitian, serta menyediakan informasi bagi UMKM.
2. Lembaga Keuangan Bank, Bank Umum, BPR/BPRS. Menyediakan dana untuk permodalan UMKM melalui kredit program pemerintah (KUR, KKPE dan lainnya) serta kredit komersial untuk investasi dan modal kerja yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM.
3. Lembaga Keuangan Bukan Bank (PNPM, PNM, Pegadaian, Asuransi, dll). PNPM Mandiri meruapakan program nasional pemberdayaan masyarakat juga menyalurkan dana modal untuk UMKM. Demikian halnya Perusahaan Nasional Madani (PNM), Pegadaian memiliki program pinjaman modal untuk UMKM. Lembaga keuangan bukan bank ini sangat dibutuhkan oleh UMKM.
4. Lembaga Penjaminan (Askrindo, Jamkrindo, dll). Adalah lembaga penjaminan yang berfungsi membantu UMKM yang sudah feasible (layak usaha) namun belum bankable dari sisi tidak ada jaminan kredit. Lembaga ini sangat membantu UMKM dalam memperoleh kredit program KUR yang dapat memberikan jaminan hingga tujuh puluh persen.
5. Lembaga Keuangan Mikro (BMT, Koperasi, dll). Adalah pihak yang dapat membantu UMKM untuk mendapatkan modal dengan cepat karena memiliki jaringan hingga ke pelosok dan prosedur pinjaman yang ringkas dan sederhana.
6. Instansi Terkait (DKP, Kop/UKM, Pertanian, Industri & Perdagangan, dll). Dinas teknis yang memiliki program dan dana dalam pengembangan UMKM, terutama dalam meningkatkan kemampuan manajemen teknis produksi melalui program pelatihan. Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan perdagangan, semua itu sangat dibutuhkan oleh UMKM dalam mengembankan usaha mereka.
7. Pemda (Pemprov, Pemko, Pemkab). Adalah instansi yang mengatur kebijakan di daerah, dapat diharapkan melakukan kegiatan riil di setiap daerah.
8. KADIN, sangat peduli dengan usaha kecil dan menengah. Kadin mempunyai klinik konsultasi kredit di berbagai daerah dalam melayani UMKM yang membutuhkan pendampingan mendapatkan modal dari perbankan.
9. PINBUK. Pusat inkubasi bisnis usaha kecil, membawahi BMT (baitul mal wattanwil) di seluruh Indonesia. Pinbuk memiliki program pembinaan nyata kepada BMT dan UMKM melalui program pelatihan, penyediaan software menajemen, modal dan usaha nyata lainnya.
10. Perguruan Tinggi (Negeri/Swasta). Di setiap perguruan tinggi banyak kita jumpai pusat inkubator bisnis, yang memiliki UMKM binaan terutama yang ada di sekitar wilayah kampus.
11. BDSP/ KKMB. Konsultan Keuangan Mitra Bank adalah program nasional pemerintah dalam rangka membantu UMKM untuk akses permodalan kepada perbankan. KKMB hampir terdapat di selutuh wilayah Indonesia.
12. SATGASDA KKMB., Adalah wadah yang dibentuk melalui SK Gubernur KDH Tingkat I di setiap propinsi. Didalamnya terdapat unsur Bank Indonesia, Perbankan, Dinas Terkait dan Pemerintah Daerah. Di beberapa daerah Satgasda ini aktif, namun di kebanyakan daerah masih mati suri.
13. BUMN, Program PKBL. Memiliki dana CSR hasil penyisihan keuntungan BUMN. Program Kemitraan menyediakan pinjaman modal hingga lima puluh juta. UMKM dapat memanfaatkan program PKBL ini dengan menghubungi BUMN yang ada dan dekat dengan lokasi UMKM berada.
14. Swasta Nasional. Banyak perusahaan ingin menyalurkan dana CSR kepada UMKM dalam rangka tanggung jawab sosial mereka kepada masyarakat. UMKM dapat melakukan pendekatan melalui kemitraan dengan perusahaan besar swasta nasional.
15. Organisasi Profesi. Hingga terdapat banyak organisasi profesi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia, HIPMI, Aosiasi Pedagang Pasar dan lainnya. Semuanya sangat berkepentingan dalam pengembangan UMKM.

KONDISI UMKM
Stakeholder yang disebutkan diatas sangat dibutuhkan oleh UMKM terutama dalam membantu mengatasi permsalahan klasik yang dihadapi UMKM sekarang ini. Persoalan dan Kondisi UMKM serta kendala yang menghadang mereka adalah sebagai berikut :
1. Akses Modal, terbatas
2. Akses Pasar, terbatas
3. Jaminan Pinjaman, tdk punya, terbatas
4. Aset, tdak punya, tdk bersertifikat
5. Ijin Usaha, terbatas
6. Kualitas Produk, rendah, tdk stabil
7. Kontinyuitas Produksi, tdk stabil
8. Posisi Tawar, lemah
9. Manajamen Usaha, lemah
10. Kelembagaan, lemah

PROGRAM KERJA
Berkaitan dengan kondisi UMKM diatas serta banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan sebagai stakeholder UMKM, kami mengusulkan beberapa program kerja sebagai berikut :
A. Merealisasikan Program Bantek Bank Indonesia
1. Pelatihan LKB & LKBB
2. Pelatihan BDSP/KKMB
3. Survei dan Penelitian
4. Penyediaan Informasi bagi Stakeholder, Bank, BDSP, UMKM
5. Pendampingan/ Pengawalan KKMB
6. Pelatihan Manajemen & Penguatan Kelembagaan UMKM
7. Menghidupkan Organisasi dan Sekretariat SATGASDA KKMB
8. Mendorong terbentuknya Forum Koordinasi Stakeholder UMKM
9. Merealisasikan peran stakeholder UMKM melalui Aktifitas SATGASDA KKMB
10. Mendorong realiasasi kredit program (KUR, KKPE, KKP, dan lainnya).
B. Mendorong realisasi Program PKBL BUMN & PNPM Mandiri
C. Mengaktifkan Klpk2, Sentra2 UMKM dan Klaster2 UMKM
D. Pelayaan Ijin Satu Atap
E. Merinci Action Plan setiap Program Kerja
Program kerja yang dijaklankan seharusnya dapat diukur tingkat pencapaiannya, sehingga perlu ada indikator yang jelas sehingga dapat diketahui perkembangannya. Hasil yang diharapkan dan dapat diukur dari program tersebut adalah sebagai berikut :

















BAB IV
MIKRO FINANCE

Pengertian
Mikro financial adalah keterbatasan dari masyarakat miskin yang sulit dan terbatas aksesnya kepada pelayanan jasa keuangan/perbankan.
Kredit yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu.
Kredit (Menurut UU No. 7 tahun 1992) yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan.

Jenis-jenis Kredii
1. Kredit Usaha Kecil adalah Kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.
2. KUK-Kredit Investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, dengan jangka waktu maksimal 10 tahun.
3. KUK-Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
4. KUK-Kredit Modal Kerja Kontraktor adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa kontraktor yang habis dalam satu siklus usaha.
5. KUK-Channeling adalah Kredit Modal Kerja atau Kredit Investasi yang diberikan melalui kerjasama dengan Lembaga pembiayaan atau Bank Umum lainnya.

Pendekatan Pelayanan Financial
1. Teori supply – leading finance
2. The proverty lending approach
3. The Financial system approach
4. Prinsip umum pengelolaan
5. Suku bunga harus kompetitif


Lembaga Keuangan Mikro dan Program Pengentasan
Lembaga keuangan mikro yaitu lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak dilayani oleh lembaga keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.
Menurut Marguiret Robinson (2000), pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program, termasuk didalamnya adalah program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.
Alternatif yang dapat dilakukan dalam mengembangkan keuangan mikro:
Banking of the poor
Banking with the poor
Lembaga keuangan menengah daam otonomi daerah
Mendukung pemerataan pertumbuhan
Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat
Meningkatkan kemandirian daerah
Kriteria Kredit Perbankan
1. Jangka waktu kredit
2. Sifat penggunaan dana
3. Tujuan penggunaan dana
4. Cara penarikan dan pembayaran
5. Sifat suku bunga
6. Jenis-jenis kredit
7. Perhitungan bunga kredit
BAB V
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
DAN KETENAGAKERJAAN
A. UMUM
Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Jumlah penduduk Propinsi DKI Jakarta mencapai 8,4 juta orang, tinggal di wilayah yang relatif sempit sekitar 650 km2, dengan aneka ragam latar belakang sosial ekonomi dan kelompok etnis. Gambaran keadaan penduduk seperti tersebut diatas dapat menjadi potensi pembangunan, sekaligus pula dapat menjadi faktor penghambat pembangunan. Dengan kondisi tersebut, maka upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk Propinsi DKI Jakarta melalui program KB serta pengarahan mobilitas penduduk masih perlu dilanjutkan dan lebih diintensifkan lagi. Demikian pula dengan pemberdayaan keluarga untuk mencapai keluarga sejahtera, masih perlu ditingkatkan. Pembangunan di bidang kependudukan dan keluarga pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, penurunan angka kematian, pemberdayaan keluarga, peningkatan kesehatan reproduksi remaja, pelayanan keluarga berencana, penguatan kelembagaan dan jaringan KB, serta administrasi kependudukan. Kegiatan ini akan didukung dengan penyelenggaraan advokasi, konseling dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) bagi masyarakat, keluarga pasangan usia subur (PUS) dan remaja yang membutuhkan. Selanjutnya administrasi kependudukan yang tertib serta kesadaran masyarakat yang memadai tentang pentingnya informasi kependudukan akan mendukung perencanaan yang lebih terarah bagi pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tercipta manusia-manusia pembangunan yang tangguh, berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam berbagai lapangan kerja produktif. Permasalahan ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta saat ini sampai beberapa tahun kedepan adalah terbatasnya kesempatan kerja, hal ini disebabkan karena pertambahan jumlah angkatan kerja baru tidak diiringi dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Akibatnya adalah lapangan pekerjaan yang terbatas tersebut harus diperebutkan oleh warga Propinsi DKI Jakarta
dengan warga daerah sekitarnya (Botabek). Pembangunan di bidang ketenagakerjaan mencakup perluasan kesempatan kerja secara menyeluruh melalui peningkatan usaha produktif dan terpadu untuk mengurangi tingkat pengangguran, serta diarahkan pada kompetensi, kemandirian, peningkatan produktivitas, peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan pekerja dan kebebasan berserikat.

B. ARAH KEBIJAKAN
Masalah kependudukan dan ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta merupakan masalah yang kompleks yang harus dihadapi dan diupayakan pemecahannya oleh pemerintah daerah dengan menetapkan arah dan kebijakan yang menjadi pedoman dan arah dalam melaksanakan program-program pembangunan daerah. Arah kebijakan pembangunan kependudukan dan ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
1. Kependudukan
Meningkatkan kualitas penduduk Propinsi DKI Jakarta melalui upaya pengendalian urbanisasi, pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian dan peningkatan kualitas program KB serta pelayanan kependudukan melalui perbaikan administrasi dan catatan sipil.
2. Ketenagakerjaan
Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh melalui peningkatan lapangan usaha produktif dan terpadu untuk mengurangi tingkat pengangguran, serta diarahkan pada kompetensi, kemandiran, peningkatan produktivitas, peningkatan upah, penjaminan kesejahteraan, perlindungan pekerja dan kebebasan berserikat.

C. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Sebagai tindak lanjut dari arah dan kebijakan yang telah ditetapkan dalam bidang pembangunan kependudukan dan ketenagakerjaan, maka disusun program-program daerah yang akan dilaksanakan dalam tahun 2002-2007.
1. Kependudukan
1.1. Program Pengendalian Kependudukan
Program ini bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui upaya penurunan angka kelahiran serta mengurangi jumlah migrasi yang masuk ke Propinsi DKI Jakarta. Program ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Tujuan lain yang masih terkait dalam program ini adalah meningkatkan kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, terutama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan lembaga kesehatan. Sasaran dari program ini adalah: (1) menurunnya jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan pada usia remaja, (2) meningkatnya pemahaman dan upaya masyarakat, keluarga dan remaja terhadap kesehatan reproduksi remaja, (3) menurunnya jumlah kehamilan remaja, (4) meningkatnya jumlah peserta KB, (5) menurunnya angka kelahiran total (TFR), (6) meningkatnya persentase pasangan usia subur yang terlayani program KB, (7) meningkatnya jumlah pasangan usia subur yang ber KB secara mandiri, (8) meningkatnya jumlah, cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang diselenggarakan oleh masyarakat/lembaga kesehatan, dan (9) menurunnya angka migrasi masuk. Program ini diselenggarakan melalui beberapa kegiatan pokok yaitu Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi Remaja dan Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan pokok Keluarga Berencana adalah: (1) melaksanakan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan konseling KB, (2) menyediakan alat/obat kontrasepsi dan memberikan pelayanan KB yang berkualitas, termasuk kontrasepsi mantap untuk laki-laki dan perempuan bagi keluarga golongan Pra Sejahtera dan Sejahtera I, (3) meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan KB dan bantuan operasional klinik KB, (4) melaksanakan upaya peningkatan partisipasi pria dalam KB, (5) memberikan jaminan dan perlindungan pemakai kontrasepsi yang diprioritaskan pada penanggulangan efek samping secara medis, (6) menyelenggarakan pelayanan pencabutan implant secara cuma-cuma bagi ibu golongan Pra KS dan KS I, (7) melakukan pelatihan, pengkajian dan penelitian operasional pembangunan KB, (8) menyelenggarakan sistem informasi manajemen KB, (9) meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga tentang persiapan dan perawatan kehamilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan ibu, bayi dan anak, dan (10) menyelenggarakan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kelangsungan hidup ibu, bayi dan balita. Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan pokok kesehatan reproduksi remaja adalah (1) melakukan penyempurnaan dan diseminasi bahan dan metode konseling dan komunikasi, informasi, edukasi kesehatan reproduksi remaja, (2) melakukan penyuluhan terhadap kesehatan reproduksi bagi remaja, (3) menyelenggarakan advokasi, komunikasi, informasi, edukasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja bagi remaja, keluarga dan masyarakat, (4) memfasilitasi pembentukan institusi pusat konseling kesehatan reproduksi remaja, dan (5) menyelenggarakan pelatihan tenaga inti konseling kesehatan reproduksi remaja. Kegiatan yang dilakukan pada program penguatan kelembagaan dan jaringan KB adalah: (1) meningkatkan manajemen dan kapasitas kelembagaan program KB tingkat propinsi dan kotamadya/kabupaten administratif, (2) melakukan pelatihan teknis dan bimbingan manajemen bagi penyedia pelayanan KB, (3) menyediakan dukungan manajemen KB di setiap tingkatan administrasi, terutama di kelurahan dan kecamatan, dan (4) menyediakan informasi tentang KB dan meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan.
1.2. Program Pembinaan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil
Program ini bertujuan untuk menciptakan administrasi kependudukan dan catatan sipil yang tertib dan akurat sebagai wujud peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dengan administrasi kependudukan dan catatan sipil yang baik dan akurat akan dapat mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Selain itu dapat pula disusun statistik vital setiap saat, yaitu jumlah kelahiran, jumlah kematian dan jumlah penduduk yang pindah masuk/keluar. Sasaran program ini adalah: (1) meningkatnya pelayanan administrasi kependudukan yang baik, dan (2) meningkatnya kesadaran penduduk terhadap peraturan yang berkaitan dengan masalah kependudukan dan Kegiatan pokok yang dilakukan pada program ini adalah : (1) memperbaiki dan menyempurnakan sistem administrasi kependudukan dan catatan sipil yang sudah ada, (2) membentuk dan mengembangkan database kependudukan di setiap tingkat kelurahan, dan (3) melakukan penyuluhan terhadap masyarakat akan pentingnya pelaporan mengenai kelahiran, kematian, perpindahan penduduk.
2. Ketenagakerjaan
2.1. Program Pengembangan Kesempatan Kerja
Program ini bertujuan untuk mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran melalui peningkatan jam kerja dalam berbagai bidang, dan meningkatkan penerimaan devisa dari pengiriman tenaga kerja keluar negeri. Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) tersedianya informasi ketenagakerjaan bagi masyarakat, (2) meningkatnya pemasukan devisa bagi negara, dan (3) menurunnya tingkat pengangguran. Kegiatan yang akan dilakukan adalah: (1) mewujudkan perluasan lapangan kerja, (2) meningkatkan informasi yang luas mengenai ketenagakerjaan baik di dalam negeri maupun luar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara, (3) meningkatnya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, dan (4) terciptanya peluang kerja dan usaha bagi pekerja dan tenaga kerja penyandang cacat.
2.2. Program Perlindungan dan Pengendalian Tenaga Kerja
Program ini bertujuan untuk mewujudkan hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) meningkatnya perlindungan, pengawasan dan penegakkan hukum ketenagakerjaan terutama bagi perempuan, (2) berkurangnya kasus pelanggaran ketenagakerjaan, dan (3) meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terlindungi oleh program jaminan sosial tenaga kerja. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan dalam program ini adalah: (1) mewujudkan perlindungan, pengawasan dan penegakkan hukum khususnya bagi tenaga kerja wanita, (2) menyelesaikan kasus pelanggaran ketenagakerjaan, dan (3) memberikan penyuluhan tentang jaminan sosial bagi tenaga kerja.
2.3. Program Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja
Program ini bertujuan mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan kegiatan pelatihan kerja dan aspek-aspek yang mempengaruhi peningkatan produktivitas. Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) meningkatnya upah dan produktivitas tenaga kerja, (2) meningkatnya pelatihan tenaga kerja. Kegiatan pokok yang akan dicapai adalah: (1) menyesuaikan upah minimum tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja, (2) meningkatkan pelatihan tenaga kerja.














BAB VI
MASALAH INVESASI

Penanaman modal atau investasi
Dalam suatu perekonomian sangat diperlukan baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Oleh karena itu upaya untuk menarik investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia secara intensif sudah dilakukan oleh pemerintah. Agar pelaku ekonomi merasa aman dan tentram dalam melakukan aktivitasnya maka perlu stabilitas ekonomi didalam negeri, maka mempertahankan stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasarat untuk membnagun dan menggerakkan rodaperekonomian.
Sungguh sangat ironis karena kecendrungan negara tujuan investasi pada invetor negara maju seperti Jepang, masih memiliki negara-negara seperti malaysia ketimbangindonesia. Sementara biaya produksi msih banyak dipengarhi oleh sumber daya manusia ini. Secara otomatis seharusnya modal di Indonesia punya nilai tambah untuk mengurangi biaya produksi.
Sangat tingginya tingkat import Amerika Serikat dari China dibanding exportnya membuat negara Indonesia kebaran jenggot. Hal ini wajar, karena biaya hidup di China jauh lebih rendah. Dan perkembangan terakhir, negara kaya tersebut mulai berusaha menekan Beijing untuk mau menaikaan mata uangny, dengan harapanagar biaya produksi antara kedua negara bisa sedikit menyempit. Hal ini menjadi kekhawatiran investor asing di negara tersebut. Sehingga sedikit demi sedikit mencari peluang untuk mengalihkan sebagian investasinya kenegara-negara asia Tenggara. Kenyataan ini menjadi sebuah peluang besar bagiIndonesia untuk menampung investasi-investasi pelarian dari China tersebut.Karena secara merata China dan Indonesia hampir sama yaitu tenaga kerjanya murah.
Yang menjadi masalaha adalah sejauh mana pemerintah Indonesia bisa memperbaikai diri terhadap unsur-unsur penghambat investasi tersebut diatas. agar mampu menyiapkan iklim investasi yang kodunsif. Sehingga para investor menjadi tertarik menanamkan modalnya di Indonesia dan bukan membuat para pengusaha asing justru lari meninggalkan Indonesia, sebagaimana sekian banyak yang terjadi selama ini.
Sebagai negara berkembang yang sedang mebangun, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk pembangunan. Disampig usaha mobilisasi dana dari luar negeri, dana dari investasi dari luar negeri diluar pinjaman pemerintah juga terus diupayakan. Dengan kondisis perekonomian di dalam negeri yang belum sepenuhnya kondunsif seperti saat sekarang ini, banyakinvestor asing yang masih enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dalam upaya menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah terus meningkatkan kegiatan promosi baik melalui pengiriman utusan keluar negeri maupun peningkatan kerjasama antar pihak swasta nasional dan asin. Karena saat in banyakinvestor dari luar negeri yang berhati-hati dan selektif untuk menanamkan modalnya atau untuk berinvesatsi ke Indonesia. Hal ini sangat terkait dengan situasi keamanana dan ketertiban di dalam negeri belum sepenuhnya dianggap aman.
Badan koordinasi penanaman modal (BKPM) sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman modal terus mengembangkan perannya dalam menumbuhkan investasi. dengan melakukan peubahan yang menyeluruh dalam system perijinan investasi dan usaha diharapkan mampu mendoronginvestor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia.
Kebijakan tentang penanaman odal saing yang disetujui oleh pemerintah diatur dalam undang-undang No 1 tahun 1967 tentang penanamanmodal asing (PMA), kemudian disempurnakan dengan berlakunya Undang-Undang No 11 tahun 1970.Rencana PMA yang disetujui oleh pemerintah adalah nilai investasi proyek baru., Perluaasan, dan statusnya yang terdri atas saham pesertaIndonesia saham peserta asing dan modal pinjaman.
Bidang usaha yang diminati oleh pemodal asing adalah sektor telekomunikasi, farmasi, kontruksi makanan, dan elektronik. Sedangkan lokasi favorit para pemodal adalah DKI Jakarta, jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan.












BAB VII
INDONESIA DAN GLOBALISASI EKONOMI
Pengertian
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yg pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.

Ciri globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
• Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
• Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
• Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
• Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

Teori globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
• Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
• Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
• Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
• Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
• Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

Sejarah globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg
Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.

Gerakan pro-globalisasi
Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.

Gerakan antiglobalisasi
Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.

Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
• Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
• Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
• Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
• Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
• Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia. Kebaikan globalisasi ekonomi.

• Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
• Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
• Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
• Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
• Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
Keburukan globalisasi ekonomi
• Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
• Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
• Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
• Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.